Foto: detikINET/Irna Prihandini
Jakarta –
Pemerintahan tiap negara punya aturan yang berbeda untuk
aplikasi-aplikasi yang tersedia untuk smartphone. Jika sebuah aplikasi
dianggap melanggar, tentu akan diblokir di negara tersebut.
Dan WhatsApp ternyata jadi aplikasi yang paling banyak diblokir dalam
hal ini. Tercatat ada 12 negara yang mengharamkan kehadiran layanan
pengiriman pesan instan milik Facebook tersebut. Di bawah WhatsApp ada
Facebook sendiri, yang diblokir di 8 negara.
Facebook juga tercatat sebagai jejaring yang penggunanya paling banyak ditangkap karena memposting konten politik, sosial atau agama yang dianggap melanggar aturan, demikian dikutip detikINET dari Business Insider, Senin (9/1/2017).
Data ini dikeluarkan Freedom House dalam laporannya soal kebebasan berinternet. Menurut mereka, banyak pemerintahan yang semakin sering mengincar keberadaan aplikasi sejenis WhatsApp dan Telegram, yang bisa dipakai untuk menyebarkan informasi secara cepat dan aman tanpa bisa dipantau.
Hal ini umumnya terjadi di negara yang sedang mengalami konflik. Aplikasi pengiriman pesan instan ini dianggap turut andil untuk menggalang massa, terutama untuk aksi demonstrasi melawan pemerintahan. Namun ada juga yang memblokir aplikasi tersebut untuk melindungi kepentingan perusahaan telekomunikasi lokalnya.
Ini terbilang tren baru dalam hal pemblokiran, karena sebelumnya pemerintahan lebih sering menyensor jejaring media sosial seperti Facebook dan Twitter selama beberapa tahun terakhir.
Adapun kabar pemblokiran WhatsApp yang paling populer terjadi di Brasil. Pihak pemerintah Brasil mengharamkan penggunaan WhatsApp di wilayahnya lantaran layanan pesan instan ini menolak bekerjasama perihal penyelidikan kartel narkoba di negara tersebut.
Pihak berwenang kesulitan memburu para pelaku karena fitur enkripsi yang dimiliki WhatsApp. Polisi yakin ada petunjuk yang bisa diperoleh bila bisa mengetahui isi percakapan WhatsApp orang-orang yang diincar. Namun atas alasan privasi pengguna, pihak WhatsApp dianggap menolak membantu. (asj/yud)
Facebook juga tercatat sebagai jejaring yang penggunanya paling banyak ditangkap karena memposting konten politik, sosial atau agama yang dianggap melanggar aturan, demikian dikutip detikINET dari Business Insider, Senin (9/1/2017).
Data ini dikeluarkan Freedom House dalam laporannya soal kebebasan berinternet. Menurut mereka, banyak pemerintahan yang semakin sering mengincar keberadaan aplikasi sejenis WhatsApp dan Telegram, yang bisa dipakai untuk menyebarkan informasi secara cepat dan aman tanpa bisa dipantau.
Hal ini umumnya terjadi di negara yang sedang mengalami konflik. Aplikasi pengiriman pesan instan ini dianggap turut andil untuk menggalang massa, terutama untuk aksi demonstrasi melawan pemerintahan. Namun ada juga yang memblokir aplikasi tersebut untuk melindungi kepentingan perusahaan telekomunikasi lokalnya.
Ini terbilang tren baru dalam hal pemblokiran, karena sebelumnya pemerintahan lebih sering menyensor jejaring media sosial seperti Facebook dan Twitter selama beberapa tahun terakhir.
Adapun kabar pemblokiran WhatsApp yang paling populer terjadi di Brasil. Pihak pemerintah Brasil mengharamkan penggunaan WhatsApp di wilayahnya lantaran layanan pesan instan ini menolak bekerjasama perihal penyelidikan kartel narkoba di negara tersebut.
Pihak berwenang kesulitan memburu para pelaku karena fitur enkripsi yang dimiliki WhatsApp. Polisi yakin ada petunjuk yang bisa diperoleh bila bisa mengetahui isi percakapan WhatsApp orang-orang yang diincar. Namun atas alasan privasi pengguna, pihak WhatsApp dianggap menolak membantu. (asj/yud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar